Hikmah Puasa Hari ke 19,  Manusia Makhluk Kecil dan Lemah.

Oleh :

Dr. Supardi, SH., MH., Als. Rd Mahmud Sirnadirasa (Kajati Riau)

بِسْمِ ه اللِّٰ الرَّحْمٰنِ بِسْمِِ اِللِِّٰ اِلرَّحْمٰنِِ اِِلرَّحِيْمِِ بِِسْمِِ اِللِِّٰ اِلرَّحْمٰنِِ اِلرَّحِيْمِِ بِِسْمِِ اِللِّٰ وَالصَّلََةُ وَِالسَّلََمُ عَِلَى مُِحَمَّدٍ وَِاٰلِهِ مَِعَ اِلتَّسْلِيْمِ وَِبِهِ نَِسْتَعِيْنُ فِِى تَِحْصِيْلِ اِلْعِنَايَةِ اِلْعَآمَِّةِ وَِالْهِدَايَةِ اِلتَّآمَّةِ، آِمِيْنَِ يَِا رَِبَِِّالْعَالَمِيْنَِ

Bismillãhirrahmãnirrahîm, Washshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

Pembaca Hikmah Ramadhan yang InsaAllah dalam Rahmat dan Ampunan Allah Azza Wajalla, Masihkah terbetik bahwa kita merasa lebih pintar, lebih hebat, pandai, ganteng, cantik kuasa ataupun lebih kaya dari orang lain? Secara tidak sadar, hal itu bisa saja terjadi jika kita tidak terlatih menundukkan hati.

Bahkan hal itu bisa menjadi kebiasaan yang tak lagi nampak sebagai perbuatan buruk, karena jarang mendapat sentuhan hati. Pernahkah kita berpikir bagaimana logika luar ruang dan waktu? Pernahkah terbesit seberapa luas angkasa ini? Pernahkah merenungi bukti penciptaan alam ini, siapa yang menciptakan, bagaimana diciptakan, dimana letak bumi dan tatasurya kita? Sebagai orang Islam, minimal 15 kali dalam hari mengucapkan kalimat “iyyãka nasta’în, ihdinash shirãthal mustaqîm”.

Artinya, setiap hari selalu memohon pertolongan dan petunjuk kepada Allah. Pertanyaan selanjutnya, sekuat mana keyakinan kita atas kehendak Allah SWT yang berkuasa untuk mengabulkan permohonan kita?

Kalimat yang dinukil dari surat al-Fãtihah tersebut sejatinya secara formal adalah sebuah bentuk pengakuan kita sebagai orang lemah, faqir dan hina.

Namun terkadang pikiran merasa lebih hebat, pandai dan kuasa, sehingga kebencian, keiri-hatian ataupun kesombongan singgah di dalam diri kita. Keadaan ini sebenarnya adalah sebuah bentuk kebohongan dan pelecehan terhadap yang dimintai tolong (Allah SWT).

Seolah diri kita merasa tidak perlu pertolongan lagi. Dalam Al-Qur’an, yang diturunkan kira-kira 14 abad yang lalu, surat Al–Anbiyã ayat 30 kurang lebih dikatakan bahwa alam semesta itu pada awalnya satu padu, kemudian Allah SWT memisahkan sehingga terbelah. Dalam surat lain, alam semesta disempurnakan melalui 6 (enam) tingkatan.

Stephen Hawking melalui penelitian ilmiahnya mengelompokkan menjadi 9 proses tingkatan, hingga menjadilah seperti sekarang. Tahun 1929, dunia sains melalui teleskop Edwin Hubble membuktikan hal ini dengan teori Big Bang. Kini semakin kelihatan bukti-bukti ledakan itu, sampai pada bukti-bukti menjauhnya galaksi satu sama lain akibat tekanan ledakan tersebut.

Penelitian ini memunculkan hukum Hubble-Lemaître, termasuk konstanta Hubble (H0), yang menunjukkan perluasan alam semesta. Alam semesta akhirnya menjadi satu kumpulan bintang (galaksi) yang isinya milyaran bintang.

Kemudian menjadi satu cluster kumpulan bintang (galaksi). Setelah itu menjadi supercluster kumpulan cluster galaksi yang isinya trilyunan bintang. Lebih luas lagi menjadi kumpulan supercluster. Supercluster menjadi kumpulan lain lagi dan seterusnya sehingga akal manusia tidak lagi mampu menjangkau, betapa luasnya angkasa ini.

Artinya, angkasa yang ada ini jauh lebih luas daripada jangkauan kemampuan sains manusia saat ini. Setiap galaksi terdapat milyaran sistem tata surya yang masing-masing bertasbih, berputar pada porosnya, teratur dan tidak bertabrakan satu sama lain (Q.S. Yasin ayat 38).

Sistem tata surya itu adalah sebuah mekanisme terjadinya perputaran waktu di bumi. Tersebutlah pergantian siang dan malam (Q.S. Yasin ayat 40).

وَالشَّمْسُِ تَِِجْرِي لِِِمُسْتَقَ رِ لَِِهَا ذَِِٰلِكَِ تَِِقْدِيرُِ اِِلْعَزِيزِِ اِِلْعَلِيمِِ ۞ِِِ وَِِالْقَمَرَِ قَِِدَّرْنَاهُِ مَِِنَازِلَِ حَِِتَّىِٰ عَِِادَِِِ

كَالْعُرْجُونِِ اِِلْقَدِيمِِ ۞ِِ لَِِِ اِِلشَّمْسُِ يَِِنْبَغِي لَِِهَا أَِِنِْ تُِِدْرِكَِ اِِلْقَمَرَِ وَِِلَِ اِِللَّيْلُِ سَِِابِقُِ اِِلنَّهَارِِ وَِِكُِ لِ فِِِيِِِ

فَلَكٍِ يَِسْبَحُونَِ ۞ِ

Wasy-syamsu tajrî limustaqarril lahã, dzãlika taqdîrul ‘azîzil ‘alîm. Wal-qamara qaddarnãhu manãzila hattã ‘ãda kal-‘urjûnil qadîm. Lasy-syamsu yambaghî lahã an tudrikal qamara walal lailu sãbiqun nahãr, wa kullun fî falakiy yasbahûn.

“dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (38).

Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua (39).

Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (40).” (QS. Yãsîn [36]: 38-40).

Bumi kita ini hanyalah salah satu dari sekian trilyun sistem tata surya yang berpusat pada satu bintang yaitu matahari kita ini. Berita dari Allah SWT tentang terciptanya alam semesta yang rumit dan ilmiah ini dikabarkan pada masa kebodohan (jahiliyah) oleh seorang yatim piatu, yang diasuh oleh kakeknya, yang kemudian diasuh pula oleh pamannya, buta huruf, tidak pernah sekolah, jujur (al-Amîn), sehari-hari membantu berdagang pada abad 6 yang lalu, yaitu Nabi Muhammad SAW.

Baru di abad ke-19 (13 abad setelahnya), bukti-bukti ilmiah membuktikan kebenaran berita yang dibawanya. Siapa yang mencipta dan membuat seperti ini? Apakah masih ragu dengan existensi si pemberi berita (Allah SWT) kepada Nabi Muhammad SAW? Apakah berita yang dibawanya itu bohong dan rekayasa Muhammad SAW? Gunakan akal kita untuk merenungi ini semua.

Inilah salah satu tanda bagi orang yang berakal (la ãyãtil liqaumiy ya’qilûn). Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 164:

إِنَِّ فِِِي خَِِلْقِِ اِِلسَّمَاوَاتِِ وَِِالَْْرْضِِ وَِِاخْتِلََفِِ اِِللَّيْلِِ وَِِالنَّهَارِِ وَِِالْفُلْكِِ اِِلَّتِي تَِِجْرِي فِِِي اِِلْبَحْرِِ بِِِمَاِ

يَنْفَعُِ اِِلنَّاسَِ وَِِمَا أَِِنْزَلَِ اِِللُِّٰ مِِِنَِ اِِلسَّمَاءِِ مِِِنِْ مَِِاءٍِ فَِِأحَْيَا بِِِهِِ اِِلَْْرْضَِ بَِِعْدَِ مَِِوْتِهَا وَِِبَثَِّ فِِِيهَا مِِِنِْ كُِِ لِِ

دَابَّةٍِ وَِِتَصْرِيفِِ اِِل ريَاحِِ وَِِالسَّحَابِِ اِِلْمُسَخَّرِِ بَِِيْنَِ اِِلسَّمَاءِِ وَِِالَْْرْضِِ لََِِيَاتٍِ لِِِقَوِْمٍِ يَِِعْقِلُونَِ ۞ِِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan“.

ِِIlmu pengetahuan mencatat bahwa bumi yang diinjak manusia berdiameter 12,7 ribu kilometer. Sedangkan matahari kita 1,9 juta kilometer.

Namun, masih lebih kecil dibanding bintang Sirius (rasi bintang Canis Mayor). Masih lebih kecil dari bintang Pollux, 5,5 juta kilometer (rasi Gemini). Masih lebih kecil lagi dari Arcturus, 18 juta kilometer. Masih lebih kecil lagi dari Aldebaran, 44,2 kilometer (rasi bintang Taurus). Lebih kecil lagi dari Rigel, 78 kilometer.

Lebih kecil lagi dari Antares (1900 X matahari kita). Masih lebih kecil lagi dari VV Cephei A. Dan Masih lebih kecil lagi dari VY Canis Majoris. Dan masih banyak lagi bintang yang lebih besar dari bumi. Betapa luasnya alam semesta ini, sehingga masih teramat sangat banyak yang belum bisa dijangkau oleh sains manusia.

Semuanya bergerak teratur dan bertasbih, berputar pada porosnya, di bawah kuasa pengendalian Sang Pengendali dan Penciptanya, yaitu Allah SWT (sabbaha lillãhi mã fis-samãwãti wal-ardhi -“bertasbihlah kepada Allah apa-apa yang ada di langit dan di bumi”).

Dengan demikian, seberapa besar dan hebatnyakah diri manusia di muka bumi ini? Apakah manusia terhadap Sang Pengendali pantas bersikap sombong, takabur, merasa hebat dan pandai sendiri? Satu hal yang sudah pasti adalah bahwa manusia tidak ada sebesar titik debu dibanding alam semesta ini. Teramat sangat kecil dan sangat lemah. Allah SWT berkuasa menghancurkan semuanya bila berkehendak. Pada saatnya nanti pasti akan terjadi.

Kapan dan bagaimana terjadinya? Hanya Allah SWT yang Maha Tahu. Sudah seharusnya manusia pasrah dan bersumpah untuk tunduk dengan aturan Sang Pencipta alam semesta.

Setiap hari manusia harus mengakui sebagai orang lemah “innî wajjahtu wajhiya lilladzî fatharas samãwãti wal-ardh” (Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi). Janganlah membuat-Nya murka dengan janji-janji palsu kita dengan mengabaikan perintah-Nya dan melanggar apa yang dilarang-Nya.

Trilyunan planet gelap tak berbintang (tidak memiliki sistem tata surya) beredar bebas di angkasa dan di luar sistem tata surya. Ketika Sang Pemilik alam ini menghendaki satu planet saja menabrak bumi, maka manusia bersama kecongkakannya akan hancur berkeping-keping. Seraya masuk dalam kehidupan baru setelah berhadapan dengan perhitungan yang paling adil (Pengadilan Akhirat) sesuai yang dijanjikan-Nya.

. يَوْمَِ هُِِمِْ بَِِارِزُونَِ لَِِِِۖ يَِِخْفَىِٰ عَِِلَى اِِللِِّٰ مِِِنْهُمِْ شَِِيْ ءِ لِِِمَنِِ اِِلْمُلْكُِ اِِلْيَوْمَِ لِِِِِۖلِِٰ اِِلْوَاحِدِِ اِِلْقَهَّارِِ۞ِِاِِلْيَوْمَِِِ

تُجْزَىِٰ كُِ لِ نَِفْسٍِ بِِمَا كَِسَبَتِْ لَِِ ظُِلْمَِ اِلْيَوْمَِ إِِنَِّ اِِللَِّٰ سَِرِيعُِ اِلِْحِسَابِِ ۞ِ

Yauma hum bãrizûna, lã yakhfã ‘alallãhi minhum syai’un, limanil mulkul yaum, lillãhil wãhidil qahhãr. Al-yauma tujzã kullu nafsim bimã kasabat, lã dzhulmal yauma, innallãha sarî’ul hisãb. “(Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur dan menuju Mahsyar); tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah.

(Lalu Allah berfirman), “Milik siapakah kerajaan pada hari ini?” Milik Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa. Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS. Al-Mu’min (Al-Ghãfir) [40]: 16 -17).

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb Mari kita tutup artikel ini dengan doa. Sebuah doa yang disebut sebagai Sayyidul Istighfar

: اللٰهُمَِّ أَِِنْتَِ رَِِب يِْ لََِِِ إِِِلٰهَِ إِِِلَِّ أَِِنْتَِ خَِِلَقْتَنِيِْ وَِِأَنَا عَِِبْدُكَِ وَِِأَنَا عَِِلَى عَِِهْدِكَِ وَِِوَعْدِكَِ مَِِا اِِسْتَطَعْتُ،ِِِ

أَعُوْذُِ بِِِكَِ مِِِنِْ شَِِ رِ مَِِا صَِِنَعْتُ، أَِِبُوْءُِ لَِِكَِ بِِِنِعْمَتِكَِ عَِِلَيَّ، وَِِأَبُوْءُِ بِِِذَنْبِيْ، فَِِاغْفِرِْ لِِِيِْ فَِِإِنَّ هِ لَِِِ يَِِغْفِرُِِِ

الذ نُِوْبَِ إِِلَِّ أَِِنْتَِ

Allãhumma anta rabbî, lã ilãha illã anta khalaqtanî, wa anã ‘abduka, wa anã ‘alã ‘ahdika wa wa‘dika mastatha‘tu, a‘ûdzu bika min syarri mã shana‘tu, abû’u laka bini‘matika ‘alayya, wa abû’u bidzanbî, faghfirlî, fa innahû lã yaghfirudz dzunûba illã anta “

Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Dan aku atas tanggungan dan janji-Mu selama aku masih mampu.

Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat yang Kau berikan kepadaku. Aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” Ãmîn yã Rabbal Alamin

Pekanbaru, 10 April 2023.